Sabtu, 30 Maret 2013

When you realized how precious that simple ‘hello’ word..

"When you realized how precious that simple ‘hello’ word.."

Lama nggak nulis. Yeah, bukan karena sibuk atau apa, justru saya sedang berada pada titik jenuh rutinitas yang akhirnya belakangan ini menyebabkan saya sering absen dari rapat-rapat dan pertemuan semacamnya. Hehehe :) hal ini memang memalukan, tetapi saya cuma berusaha untuk jujur. Saya bilang sama teman-teman satu departemen kalau sedang dalam kondisi mood yang tidak baik buat datang ke agenda apapun, terutama yang menyita pikiran dan emosi saya. Hmm...
Sepertinya saya sedang homesick, kangen rumah. Rindu sama masakan Ibu, celoteh Bapak, candaan teman-teman, dan hangatnya zona nyaman. Padahal minggu depan saya mid-term dan jujur, persiapan saya (terutama untuk mata kuliah fisika) masih kurang. Tetapi saya pikir, setelah beberapa hari ini saya 'nggak sehat', ini saatnya saya untuk mengobati diri saya sendiri. Saya butuh menulis, mencurahkan sebagian kecil isi hati saya buat media entah siapapun yang akan baca nanti. Saya hanya perlu membagi keluh yang selama ini susah payah saya tahan sendiri (maklum, introvert tulen).

Oke, itu barusan hanya pengantar. Panjang banget ya? Duh, maaf ya.. Namanya juga curcol~
Sebenarnya rasa malas dan titik jenuh yang kini sedang saya alami ini berasalan. Ya, mundurnya kinerja saya dan (mungkin) teman-teman yang lain sehingga tidak memenuhi apa yang ditargetkan membuat saya kecewa sendiri. Semua yang sudah dipersiapkan, rencana yang sudah dibuat dari jauh hari, terhambat banyak hal atau bahkan kandas di tengah jalan. Well, ini memang masalah umum, bukan? Tapi gagalnya plan-plan yang sudah saya buat secara beruntun membuat saya akhirnya capek sendiri. Heuh.. Inilah resiko sebagai seorang ambisius yang introvert, saya sulit memercayai seseorang untuk diajakin curhat. Saya selalu ingin terlihat baik-baik saja di depan umum.

Kembali ke topik awal, mungkin kalimat pembuka di atas agak nggak nyambung dengan apa yang mau saya bahas kali ini; KESAN PERTAMA.

Kesan pertama? Siapa yang setuju sama saya kalau kesan pertama itu penting??
Ya, menurut saya, kesan pertama bisa menentukan baik-buruknya sesuatu yang akan terjadi di masa depan. Kesan pertama menjadi tanda atau ciri khas yang akan diingat dan dikenang orang sampai kapanpun. Percaya atau tidak, silakan ingat-ingat sendiri kesan pertama kalian pas ketemu orang baru.
Kesan pertama itu bisa menjadi karakter kita yang kita bangun sendiri di depan orang lain menurut subjektivitas mereka, tanpa bisa kita ikut campur. Gimana kita bersikap, berbusana, berbicara, bertata krama, semuanya penting di kali pertama kalian memperkenalkan diri sebagai orang baru. Nilai positif dan negatif bisa langsung muncul dari sekilas pandang raut wajah kalian. Begitu pula dengan sapaan pertama, yang biasanya terkesan kagok atau aneh. Tetapi kebanyakan orang bisa langsung mencatat kesan pertama mereka berkenalan dengan kalian.
Sebenarnya tulisan ini saya dedikasikan straight to the point ya, untuk seseorang yang agak bikin saya kesal dan memilih untuk bolos beberapa agenda karena merasa jenuh akan rutinitas.

Selasa, 05 Maret 2013

Seorang lagi, Shevi..

Hari ini adalah kali pertama aku nangis di depan seorang sahabat, namanya Shevi. Mungkin selama ini aku belum banyak cerita tentang dia, hehe. Karena memang kami belum kenal begitu lama, kira-kira baru 6/7 bulan sejak Juni lalu saat sama-sama masuk dan diterima di kampus kebanggaan, Institut Pertanian Bogor.
Shevi adalah teman sebelah kamar yang satu lorong denganku, asalnya dari Bekasi dan dia sama seperti kebanyakan teman yang lain, 2 tahun lebih tua dariku.
Orangnya cantik, manis, tinggi, putih, rada gembul #ups, mandiri, pantang menyerah, jujur, kalem, pemalu, ah udah mujinya kebanyakan nih. Entar dia sendiri kalo baca bisa gedhe rasa hehehe :p
Yang jelas, over all, Shevi adalah salah satu teman yang klop denganku. Sangat klop sebagai sepasang sahabat yang sama-sama bergolongan darah A dan sering pergi kemana-mana berdua. Menurutku, selain baik Shevi juga keibuan. Dia jarang marah dan ketika BT atau kecewa pun dia lebih memilih untuk diam dan nangis sendiri. Nggak seperti aku yang masih sering meluap-luap ketika lagi marah atau nangis kejer setiap ada masalah, Shevi orangnya nggak sensi seperti aku. Dia udah jauh lebih dewasa daripada aku yang di umur ke 17 tahun di dunia ini masih juga cengeng -_______-
Well, tadi sore aja aku nangis karena masalah presentasi PKn yang nggak kelar. Dia kebetulan datang ke kamar buat minta karet gelang dan ngeliat aku telungkup di tempat tidur sambil prembik. Akhirnya dia mendekat *sementara teman sekamarku bahkan mengira aku tidur, ckckck* dan nanya "Kenapa u?"
Ya, aneh memang. Shevi tidak seperti kebanyakan orang yang memanggilku "Al" "Aul" "Ul" "El" "Lia" atau apapun itu.. Shevi memanggilku "Au" tanpa L. Dan lucunya, kedua huruf A dan U itu dibaca terpisah.. Bingung kan? Hahaha :D
Seketika itu juga, aku nangis sambil cerita tentang presentasi PKn-ku yang kacau dan nggak ada persiapan sementara deadline-nya besok. Aku yang 'terpaksa' kerja sendiri padahal tugas makalah itu adalah untuk kelompok merasa disengsarakan karena teman-teman 1 kelompok tidak antusias dengan tugas tersebut dan aku harus kerja keras sendiri :( Syedih banget ya kan?
Sambil nepuk-nepuk pundakku, Shevi yang lebih dulu udah presentasi makalah PKn pun berusaha menghibur sebisanya. Dia mencoba menenangkan kondisiku yang lagi sok mellow itu sementara aku udah sesenggukan di pundaknya *hehehe, maaf ya umay*
Shevi bahkan menawarkan diri untuk membantu menyelesaikan makalah tersebut dengan cara menemaniku pergi ke tempat print atau sekedar beli makan. Dia bilang "Ayo u, ngga papa aku temenin. Malem ini aku ngga ada PR kok.." padahal aku nggak minta sama sekali. Baik kan? *Dan malemnya aku ke kamar dia, dia ternyata ngerjain tugas fisika tanah. Intinya, dia bohong bilang kalo ngga ada PR :")*
Shevi terlalu baik sampai terkadang kesannya dia sangat polos. Lucu sih, sampe seluruh teman sekelasnya ngetawain waktu dia ngomong di depan publik. Ya ga, shev? #kabur
Terlepas dari itu semua, aku ngerasa malu waktu Shevi bilang "Yahh... orang laper emang sensi sih ya," sambil merangkul pundakku *nyindir maksudnya mah -_-* walaupun kalo dipikir-pikir omongannya bener juga. Aku seharian belum makan nasi dan baru masuk kamar usai maghrib dengan kondisi habis 'dipaksa' menyelesaikan makalah kebutan dalam waktu beberapa jam.
Heuh... sudah 17 tahun *walaupun belum punya KTP sih* tapi masih suka nangis karena hal-hal kecil seperti itu malu-maluin banget kan? Ya, that's me. Belum bisa berubah walaupun sudah menempatkan diri di berbagai lingkungan yang seharusnya bisa mendewasakan. Astaghfirullah~
Kembali lagi ke Shevi, Alhamdulillah, Allah berkenan memberiku kesempatan buat kenal dia karena aku ngerasa beruntung bisa  akrab sama dia. Semoga nggak pernah berantem dan tali silaturahmi kami bisa long last. Amiin ya Rabb :)
Walaupun ada yang bilang "seseorang yang awalnya baik sama kita nantinya bisa jadi musuh", sama sekali aku nggak berharap ada keretakan hubungan apapun sama Shevi karena dia sudah begitu baik selama ini. Dia bisa menjadi sosok kakak pengganti yang memahami seorang anak kelahiran tahun 96 yang tersesat di antara manusia-manusia ber-KTP #ehm
Semoga Allah senantiasa menjaga ukhuwahku dengan teman-temanku semua karena sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi orang lain ;)
Jadi...... seorang lagi yang kucintai karena Allah, Shevi... Saranghaeyo! :* <3

Jumat, 01 Maret 2013

Ketika Tuhan Menciptakan Wanita

Sebuah tulisan yang menurut saya sangat luar biasa :") Sila dibaca, readers.. Dan jangan lupa ucapkan Alhamdulillah atas segala rasa syukurmu yang saat ini terhenti di batas lidah. Here we go! :D

direpost dari: http://kutipanuntukmu.blogspot.com/2013/02/ketika-tuhan-menciptakan-wanita.html


Ketika Tuhan Menciptakan Wanita



Ketika Tuhan menciptakan wanita, malaikat datang dan bertanya, “Mengapa begitu lama menciptakan wanita, Tuhan?”

Tuhan menjawab, “Sudahkah engkau melihat setiap detail yang saya ciptakan untuk wanita? Lihatlah dua tangannya mampu menjaga banyak anak pada saat bersamaan, punya pelukan yang dapat menyembuhkan sakit hati dan keterpurukan, dan semua itu hanya dengan dua tangan“.

Malaikat menjawab dan takjub, “Hanya dengan dua tangan? tidak mungkin!
Tuhan menjawab, “Tidakkah kau tahu, dia juga mampu menyembuhkan dirinya sendiri dan bisa bekerja 18 jam sehari“.

Malaikat mendekat dan mengamati wanita tersebut dan bertanya, “Tuhan, kenapa wanita terlihat begitu lelah dan rapuh seolah-olah terlalu banyak beban baginya?”
Tuhan menjawab, “Itu tidak seperti yang kau bayangkan, itu adalah air mata.”
“Untuk apa?“, tanya malaikat.

Tuhan melanjutkan, “Air mata adalah salah satu cara dia mengekspresikan kegembiraan, kegalauan, cinta, kesepian, penderitaan, dan kebanggaan, serta wanita ini mempunyai kekuatan mempesona laki-laki, ini hanya beberapa kemampuan yang dimiliki wanita. Dia dapat mengatasi beban lebih hebat dari laki-laki, dia mampu menyimpan kebahagiaan dan pendapatnya sendiri, dia mampu tersenyum saat hatinya menjerit, mampu menyanyi saat menangis, menangis saat terharu, bahkan tertawa saat ketakutan. Dia berkorban demi orang yang dicintainya, dia mampu berdiri melawan ketidakadilan, dia menangis saat melihat anaknya adalah pemenang, dia girang dan bersorak saat kawannya tertawa bahagia, dia begitu bahagia mendengar suara kelahiran. Dia begitu bersedih mendengar berita kesakitan dan kematian, tapi dia mampu mengatasinya. Dia tahu bahwa sebuah ciuman dan pelukan dapat menyembuhkan luka.”

“Cintanya tanpa syarat. Hanya ada satu yang kurang dari wanita, Dia sering lupa betapa berharganya dia.....”