Tulisan ini dibuat sambil
melototin satu album full Sherina yang bertajuk Andai Aku Dewasa. Kebetulan
lagu yang sedang diputar kali ini berjudul “Bermain Musik”, and suddenly I feel
I can’t really move on from my childhood.
Masa kecilku begitu menyenangkan.
Lahir dan tumbuh besar di kota megah, Surabaya, dengan segudang teman-teman
baik yang senantiasa setia bermain bersama siang hari sepulang sekolah. Setiap
liburan tidak rewel berkunjung di rumah Simbah di Solo karena punya begitu
banyak saudara sepupu seumuran. Dan yang terpenting yang sampai saat ini
membuatku tak henti bersyukur adalah, lahir dari keluarga besar yang menjunjung
tinggi nilai-nilai agama islam di setiap
lentera kehidupannya. Alhamdulillah alla kulli hal.
Motifku menuliskan topik ini
adalah karena sejak masuk BEM KM, aku dan Ilma dipanggil dengan nickname “TEENS”
yang berarti = TEENAGERS. Kami berdua diterima di BEM KM pada usia 18 tahun an.
Tahun ini saya memasuki usia 19 tahun dan Ilma 20 tahun (baru kemarin akhir
September). Awalnya, hanya teman-teman 1 Kementerian PSDM saja yang memanggil
kami “teens”, namun lama kelamaan kakak Presma (kak Dadan, yang kini menjadi
supervisor kami di management TEENAGERS”, kak El, kak Dila, kak Ajeng, dan
sebagian besar teman-teman di BEM KM memanggil kami demikian.
Jargon kami adalah: “Muda belia,
cantik jelita, multitalenta!” #okeabaikan
Sekarang, playlist saya memutar
lagu berjudul Tunjuk Satu Bintang. Pernah dengar? Yang dinyanyikan oleh 5 besar
finalis Idola Cilik Season 1; Sivia, Gabriel, Zahra, Angel, Kiki. Well, now
they’re turning to their own universities, which means they’re not ‘cilik’
anymore. And me too.
Ngomongin idola cilik, aku pernah
ngefans berat sama Debo dan Obiet di Idola cilik 2 sampai-sampai dulu ingin
sekali daftar ajang pencarian bakat yang digelar RCTI tersebut. Harap maklum
lah, waktu itu masih kelas 7 SMP jadi pas zaman labil-labilnya. Bahkan, dulu
sempat bersama sepupu kesayangan Isna pergi ke acara perayaan natal di Semarang
hanya untuk nonton Obiet live! #edan :D Hahaha, sambil liburan juga sih waktu
itu. Anyway, I never regret those experiences til now~ keke
Yang paling ababil sepanjang
hidup bagi seorang remaja adalah : menentukan cita-cita.
Yeah, percaya atau tidak setiap
orang pasti beribu kali pernah ganti cita-cita seiring dengan tahap pendidikan
yang dienyam. Studi kasus, diri sendiri..
1. TK,
ingin jadi dokter karena doktrin orang tua. Biasa lah “anak kecil pinter kalau
besar jadi dokter”
2. Awal
masuk SD, ingin jadi pramugari karena segalanya terkesan keren. Naik pesawat
kemana-mana, pergi ke luar negeri gratis, cantik semampai bak kutilang (kurus
tinggi langsing), jago bahasa inggris.
3. SD
akhir-akhir, ingin jadi dokter (lagi) karena berhasil jadi semifinalis lomba
cerdas cermat dokter kecil tingkat provinsi #gaksombong #pameraja #bedatipis
4. SMP,
nah ini yang paling beda. Aku ingin jadi sutradara film! Woohooo J Sebuah cita-cita
langka untuk anak SMP kan? Alasannya sederhana, karena sering nulis fiksi
sehingga ingin fiksi tersebut divisualisasikan secara nyata.
5. Ehm,
selingan ingin jadi penyanyi juga pernah karena virus Idola Cilik dan kebetulan
tergabung di Tim Paduan Suara sekolah sejak SMP-SMA. Belum lagi dukungan Bapak
yang waktu itu belikan anak bungsunya keyboard.
6. Awal
SMA, ingin jadi guru agama islam. Terinspirasi dari Ibu yang sekarang guru
tahsin dengan bayaran pahala dunia akhirat. Aamiin
7. SMA,
ingin jadi dokter (lagi lagi). Bagi anak SMA di kelas akselerasi, berhasil
masuk ke perguruan tinggi jurusan Kedokteran adalah rangking 1. Siapa yang
nggak tergiur dengan prestige sekeren itu? Selain itu, Ibuku dulu sangat ingin
anaknya ada yang jadi dokter. Dulu Ibu hamper jadi dokter, tapi karena
keterbatasan biaya akhirnya memilih untuk jadi perawat mata :”)
8. Akhir
SMA, ingin jadi pegawai BPOM RI. Karena waktu itu sudah memutuskan untuk daftar
IPB Teknologi Pangan. Dan waktu itu aku dengan songongnya optimis kalau bakal
keterima di pilihan pertama HAHAHA :p
9. TPB,
setelah merasa salah jurusan dan kebetulan berkutat di Kominfo BEM TPB alhasil
aku merasa ingin mencoba peruntungan jadi jurnalis. Sama seperti Bapak, Tante,
Om, ahaha. Dan disinilah aku nekat daftar SNMPTN lagi dengan pilihan pertama kedua
kedokteran, dan ketiga komunikasi.
10. Masuk
fakultas, yang berarti aku gagal dong SNMPTN? Hehehe
Mengenal istilah
konservasi dan idealisme-idealisme yang begitu mengakar, aku pun kemudian ingin
jadi konservasionis. Terutama yang fokus sama perlindungan hiu.
11. Sekarang,
setelah semua tetek bengek kehidupan kuliah yang menjemukan ini.. Aku semakin
bingung menentukan pilihan mau jadi apa. Sarjana saja belum kelar, eh ditambah
dengan pascasarjana yang sudah mulai kuliah… Melihat kakak pertamaku yang
dengan barokahnya berhasil lolos jadi PNS di Kemenhut setelah seleksi 2 orang
dari 7000 an orang, akhirnya terbesit juga ingin jadi PNS. Orang-orang bilang
sih baiknya jadi dosen atau peneliti. But those duties sound tiring just by
hearing its’ name…
Menjadi seorang
remaja adalah sebuah proses yang kritis dalam kehidupan manusia. Kenapa? Karena
sering kali remaja suka goyah pendirian dan rentan pengaruh lingkungan. Umumnya,
karena merasa muda jadi remaja inginnya masih senang-senang saja. Nggak mikirin
itu uang dihambur-hamburkan punya siapa, ini ujian nyontek kesana-sini apa
nggak takut dosa, dan lain-lain. Makanya, akan sangat penting punya idealisme yang
kuat untuk dipegang setiap saat. Senang-senang boleh, tapi dalam batas wajar
saja dan kalau biasa setiap kegiatan disalurkan pada hal yang positif.Remaja adalah masa-masa pembentukan karakter masa depan kita, guys. Dan remaja yang baik seharusnya bisa mencerminkan karakter seorang pemuda, yang dipundaknya bergantung amanah besar untuk memajukan bangsa suatu saat nanti. Nah, karena tulisan ini semakin ngaco, oleh karena itu berakhirlah tulisan ini dengan teenage dream seorang Aulia Maghfirotul yang sederhana saja: menjadi istri shaliha #eaaa ^o^