Awal januari yang lalu Menteri Kelautan
Perikanan RI, Susi Pudjiastuti, menetapkan sebuah peraturan baru yang
mengundang kontroversi. Peraturan mengenai larangan penggunaan alat tangkap
ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) ini menjadi bahan obrolan
yang hangat hingga belakangan ini. Demonstrasi dilakukan beberapa nelayan yang
kontra dengan peraturan ini meskipun di sisi lain banyak juga nelayan yang pro
terhadap peraturan ini (Per Men KP No 2 tahun 2015).
Nelayan-nelayan di Tegal, Demak,
Pekalongan, dan beberapa daerah pantai utara lainnya kebanyakan tidak setuju
dengan peraturan ini. Selain dianggap merugikan, mereka beralasan bahwa
peraturan ini tidak disosialisasikan dengan baik oleh pihak Kementerian Kelautan
Perikanan. Nelayan yang kontra ini mengaku telah menggantungkan hidup pada mata
pencahariannya pada penangkapan ikan. Melarang penggunaan pukat hela dan pukat
tarik berarti sama saja dengan membunuh dan mematikan sumber kehidupan mereka.
Toh, hasil tangkapan juga akan dilaporkan ke dinas perikanan daerah setempat,
sehingga mereka berkesimpulan bahwa selama ini pemerintah juga ikut andil dalam
berperan sebagai penadah.
Kabar lainnya dari pesisir utara Medan, nelayan tradisional justru mengacungi jempol
terhadap penetapan peraturan ini. Mereka mengaku memperoleh hasil tangkapan
sampingan (selain ikan) seperti cumi-cumi, ikan kakap, dan udang kelong yang
semakin meningkat paska diberlakukannya peraturan tersebut. Umumnya, hasil
tangkapan itu hanya bisa diperoleh pada periode waktu tertentu saja kemudian
habis. Namun, selama hampir satu bulan ini nelayan terus-menerus mendapatkan
hasil tangkapan berupa cumi-cumi yang bernilai ekonomis tinggi bahkan termasuk
komoditi ekspor dunia (baca di sini).
Alat tangkap cantrang dianggap tidak ramah
lingkungan dan merusak separuh sumber daya ikan di Jawa Tengah (baca juga di sini). Beberapa nelayan
sempat mengira jika ukuran mata jaring (mesh) diperkecil, maka hasil tangkapan
akan meningkat. Namun yang terjadi justeru sebaliknya, hasil tangkapan
menggunakan alat tangkap dengan mata jaring kecil tersebut adalah ikan-ikan
kecil yang sebenarnya belum layak panen. Oleh karena itu menurut Gellwyn
(Dirjen Perikanan Tangkap KKP) penegasan melalui Peraturan Menteri KP No. 2
Tahun 2015 ini penting untuk dilakukan. Alasannya yakni terjadi penambahan
jumlah kapal dengan alat tangkap cantrang di Jawa Tengah, meski terus terjadi
penurunan produksi dari data tahun 2002-2007.
Sementara itu, penurunan populasi
lobster (Panulirus spp.), kepiting (Scylla spp.), dan
rajungan (Portunus spp.) telah menjadi isu mengkhawatirkan dalam
kajian stok sumber daya perikanan dan kelautan Indonesia. Dalam rangka menjaga
keberadaan juga untuk mengantisipasi kelangkaan sumber daya, Menteri Kelautan
Perikanan menetapkan peraturan mengenai Penangkapan lobster (Panulirus spp.),
kepiting (Scylla spp.), dan rajungan (Portunus spp.)
yang diberlakukan bagi seluruh wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia
(Per Men KP No 1 tahun 2015).
Larangan penangkapan biota di atas hanya
apabila diperuntukkan bagi kegiatan komersiil seperti jual – beli dan ekspor –
impor. Selebihnya, bagi keperluan penelitian dan pengembangan pendidikan,
ukuran-ukuran yang telah ditetapkan masih boleh ditangkap dan dimanfaatkan.
Meskipun dianggap merugikan nelayan hingga milyaran rupiah, setiap peraturan
yang ditetapkan oleh KKP tentu saja dibuat berdasarkan beberapa
pertimbangan salah satunya mempertahankan keberlanjutan sumber daya yang ada.
Namun, yang perlu digarisbawahi adalah bahwa peraturan ini diikuti dengan surat
edaran yang berisi ukuran-ukuran biota yang boleh dimanfaatkan. Hal ini sedikit
banyak membuat nelayan kebingungan karena aturan yang dibuat cukup rumit dan
sulit dipahami, maka dari itu diperlukan penyederhanaan peraturan KKP disertai
dengan sosialiasi yang intens supaya implementasinya berjalan dengan lancar dan
tidak diprotes oleh berbagai pihak.
Pada akhirnya, demi melestarikan sumber
daya alam yang bukan hanya milik generasi saat ini saja, menurut pendapat saya
pribadi sangat setuju dengan pemberlakuan peraturan ini. Karena menurut saya,
sumber daya perikanan Indonesia yang semakin menipis akibat ulah manusia yang
tidak ramah lingkungan perlu dikonservasi melalui pembuatan dan penetapan
peraturan semacam ini sebagai bentuk kebijakan dan keberpihakan Pemerintah
tidak hanya pada aspek ekonomi saja melainkan juga aspek ekologi yakni
lingkungan perairan, serta aspek sosial yaitu kesejahteraan masyarakat supaya
kelak tetap dapat memanfaatkan potensi perikanan kelautan Indonesia secara
berkelanjutan.
Merit Casino 50 Free Spins + 100% up to 10000 Free Spins
BalasHapusWith an online casino, you will get a 100% up to 5000 free spins! 바카라 사이트 You can claim a 100% bonus to play at any 메리트카지노 time at an online casino. The casino has kadangpintar also