Sabtu, 14 Maret 2015

Memihak Ekologi, Demi Ekonomi Berkelanjutan

Awal januari yang lalu Menteri Kelautan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti, menetapkan sebuah peraturan baru yang mengundang kontroversi. Peraturan mengenai larangan penggunaan alat tangkap ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) ini menjadi bahan obrolan yang hangat hingga belakangan ini. Demonstrasi dilakukan beberapa nelayan yang kontra dengan peraturan ini meskipun di sisi lain banyak juga nelayan yang pro terhadap peraturan ini (Per Men KP No 2 tahun 2015).
Nelayan-nelayan di Tegal, Demak, Pekalongan, dan beberapa daerah pantai utara lainnya kebanyakan tidak setuju dengan peraturan ini. Selain dianggap merugikan, mereka beralasan bahwa peraturan ini tidak disosialisasikan dengan baik oleh pihak Kementerian Kelautan Perikanan. Nelayan yang kontra ini mengaku telah menggantungkan hidup pada mata pencahariannya pada penangkapan ikan. Melarang penggunaan pukat hela dan pukat tarik berarti sama saja dengan membunuh dan mematikan sumber kehidupan mereka. Toh, hasil tangkapan juga akan dilaporkan ke dinas perikanan daerah setempat, sehingga mereka berkesimpulan bahwa selama ini pemerintah juga ikut andil dalam berperan sebagai penadah.
Image result for pelarangan pukat hela
Kabar lainnya dari pesisir utara Medan, nelayan tradisional justru mengacungi jempol terhadap penetapan peraturan ini. Mereka mengaku memperoleh hasil tangkapan sampingan (selain ikan) seperti cumi-cumi, ikan kakap, dan udang kelong yang semakin meningkat paska diberlakukannya peraturan tersebut. Umumnya, hasil tangkapan itu hanya bisa diperoleh pada periode waktu tertentu saja kemudian habis. Namun, selama hampir satu bulan ini nelayan terus-menerus mendapatkan hasil tangkapan berupa cumi-cumi yang bernilai ekonomis tinggi bahkan termasuk komoditi ekspor dunia (baca di sini).
Alat tangkap cantrang dianggap tidak ramah lingkungan dan merusak separuh sumber daya ikan di Jawa Tengah (baca juga di sini). Beberapa nelayan sempat mengira jika ukuran mata jaring (mesh) diperkecil, maka hasil tangkapan akan meningkat. Namun yang terjadi justeru sebaliknya, hasil tangkapan menggunakan alat tangkap dengan mata jaring kecil tersebut adalah ikan-ikan kecil yang sebenarnya belum layak panen. Oleh karena itu menurut Gellwyn (Dirjen Perikanan Tangkap KKP) penegasan melalui Peraturan Menteri KP No. 2 Tahun 2015 ini penting untuk dilakukan. Alasannya yakni terjadi penambahan jumlah kapal dengan alat tangkap cantrang di Jawa Tengah, meski terus terjadi penurunan produksi dari data tahun 2002-2007.

Sementara itu, penurunan populasi lobster (Panulirus spp.), kepiting (Scylla spp.), dan rajungan (Portunus spp.) telah menjadi isu mengkhawatirkan dalam kajian stok sumber daya perikanan dan kelautan Indonesia. Dalam rangka menjaga keberadaan juga untuk mengantisipasi kelangkaan sumber daya, Menteri Kelautan Perikanan  menetapkan peraturan mengenai Penangkapan lobster (Panulirus spp.), kepiting (Scylla spp.), dan rajungan (Portunus spp.) yang diberlakukan bagi seluruh wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia (Per Men KP No 1 tahun 2015).
Larangan penangkapan biota di atas hanya apabila diperuntukkan bagi kegiatan komersiil seperti jual – beli dan ekspor – impor. Selebihnya, bagi keperluan penelitian dan pengembangan pendidikan, ukuran-ukuran yang telah ditetapkan masih boleh ditangkap dan dimanfaatkan. Meskipun dianggap merugikan nelayan hingga milyaran rupiah, setiap peraturan yang  ditetapkan oleh KKP tentu saja dibuat berdasarkan beberapa pertimbangan salah satunya mempertahankan keberlanjutan sumber daya yang ada. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah bahwa peraturan ini diikuti dengan surat edaran yang berisi ukuran-ukuran biota yang boleh dimanfaatkan. Hal ini sedikit banyak membuat nelayan kebingungan karena aturan yang dibuat cukup rumit dan sulit dipahami, maka dari itu diperlukan penyederhanaan peraturan KKP disertai dengan sosialiasi yang intens supaya implementasinya berjalan dengan lancar dan tidak diprotes oleh berbagai pihak.

Pada akhirnya, demi melestarikan sumber daya alam yang bukan hanya milik generasi saat ini saja, menurut pendapat saya pribadi sangat setuju dengan pemberlakuan peraturan ini. Karena menurut saya, sumber daya perikanan Indonesia yang semakin menipis akibat ulah manusia yang tidak ramah lingkungan perlu dikonservasi melalui pembuatan dan penetapan peraturan semacam ini sebagai bentuk kebijakan dan keberpihakan Pemerintah tidak hanya pada aspek ekonomi saja melainkan juga aspek ekologi yakni lingkungan perairan, serta aspek sosial yaitu kesejahteraan masyarakat supaya kelak tetap dapat memanfaatkan potensi perikanan kelautan Indonesia secara berkelanjutan.


1 komentar:

  1. Merit Casino 50 Free Spins + 100% up to 10000 Free Spins
    With an online casino, you will get a 100% up to 5000 free spins! 바카라 사이트 You can claim a 100% bonus to play at any 메리트카지노 time at an online casino. The casino has kadangpintar also

    BalasHapus